PSAK 73 dan Dampak Perpajakannya
JAKARTA, JSTAX.CO.ID - Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73, yang mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) 16, telah menjadi pemandu utama dalam merumuskan prinsip-prinsip akuntansi penyewaan di Indonesia. PSAK 73 membawa perubahan fundamental dalam pendekatan terhadap penyewaan, mempengaruhi baik penyewa maupun pemberi sewa.
Sebelum PSAK 73, penyewa sering mengelompokkan kontrak sewa menjadi dua kategori: sewa modal dan sewa operasional.
PSAK 73 memutuskan untuk mengatasi pemisahan ini dengan mengenalkan model tunggal yang menggambarkan aset sewa dan kewajiban finansial penyewa. Hal ini menghasilkan pengakuan aset dan kewajiban finansial pada saat kontrak sewa dimulai, mencerminkan nilai kini dari pembayaran sewa masa depan dan unsur-unsur seperti opsi perpanjangan dan pembayaran sewa variabel. Bagi pemberi sewa, PSAK 73 menggantikan model akuntansi sewa operasional dengan model akuntansi sewa keuangan. Pemberi sewa sekarang harus mengakui pendapatan sewa dan mencatat aset sewa, yang sebelumnya tidak diakui secara langsung di neraca. Hal ini menciptakan pendekatan yang lebih konsisten dengan prinsip-prinsip akuntansi keuangan internasional.
Dengan model akuntansi baru, PSAK 73 memaksa penyewa untuk mengakui aset dan kewajiban finansial pada neraca mereka. Ini menciptakan gambaran yang lebih jelas tentang kewajiban finansial yang dimiliki perusahaan sehubungan dengan kontrak sewa, yang sebelumnya mungkin tidak terlihat secara jelas. Perubahan ini memiliki dampak signifikan pada rasio keuangan. Kewajiban sewa yang diakui dapat mempengaruhi rasio utang dan modal, sementara aset sewa dapat memengaruhi rasio profitabilitas dan pengembalian aset.
Bagaimana dengan perpajakannya ?
Di Indonesia, peraturan perpajakan mengatur berbagai aspek terkait dengan transaksi sewa. Berikut adalah beberapa h al yang perlu diperhatikan dalam konteks sewa menurut perpajakan Indonesia:
-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Penyewa: Pemotongan pajak atas penghasilan sewa dapat dilakukan oleh penyewa jika pemilik aset adalah pribadi atau badan yang bukan wajib pajak. PPh Pasal 21 dikenakan atas jumlah sewa yang dibayarkan.
Pemberi Sewa: Penerima pembayaran sewa yang merupakan wajib pajak orang pribadi harus melaporkan dan membayar pajak penghasilan atas penghasilan sewa yang diterima.
-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Penyewa: Penyewa yang merupakan badan usaha wajib membayar PPh Pasal 23 atas penghasilan sewa.
Pemberi Sewa: Pemilik aset yang merupakan badan usaha dapat menanggung PPh Pasal 23 atau memberlakukan sistem pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyewa.
-
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): PPN dikenakan atas sewa bangunan yang digunakan untuk keperluan usaha yang dikenai PPN.
-
Ketentuan Lainnya
Laporan SPT Tahunan
Pihak yang memperoleh penghasilan dari sewa wajib melaporkan penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi atau Badan.
-
- Pengakuan Penghasilan.
Penghasilan dari sewa diakui pada saat diterima atau dapat diakses oleh penerima. - Pemotongan Pajak
Penyewa yang bukan wajib pajak pemotong pajak harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran sewa. - Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pajak BPHTB dapat dikenakan jika terjadi peralihan hak atas tanah dan bangunan melalui transaksi sewa-beli. - Pajak Penghasilan Final
Beberapa jenis penghasilan, termasuk penghasilan sewa dari rumah dan tanah, dapat dikenakan Pajak Penghasilan Final dengan tarif tertentu.
- Pengakuan Penghasilan.