PSAK 71 dan Dampak Perpajakannya
JAKARTA, JSTAX.CO.ID – Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 memberi panduan tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Standar akuntansi keuangan ini merupakan adopsi dari International Financial Reporting Standards (IFRS) dan mulai ditetapkan pada tahun 2020. PSAK 71 mengadopsi IFRS 9, yang juga menggantikan PSAK 55 yang sebelumnya berlaku.
PSAK 71 secara spesifik mengatur pedoman mengenai klasifikasi aset keuangan. Salah satu poin penting dari penerapan PSAK 71 ialah peningkatan nilai cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang harus dibentuk oleh lembaga keuangan. CKPN merupakan estimasi kerugian yang diakibatkan gagal bayar atau penurunan kualitas kredit dari debitur. PSAK 71 menerapkan metode expected credit loss (ECL) yang mengharuskan lembaga keuangan mengestimasi kerugian yang mungkin terjadi di masa depan berdasarkan kondisi saat ini dan proyeksi ekonomi.
Metode ini berbeda dengan PSAK 55 yang sebelumnya menggunakan metode incurred loss yang hanya mengakui kerugian yang sudah terjadi. Dengan metode ECL, lembaga keuangan harus membentuk CKPN yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga berdampak pada penurunan nilai aset keuangan dan laba bersih
Berdasarkan PSAK 71 ini, korporasi harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), dan juga macet (non-performing). Untuk kredit lancar, misalnya, korporasi harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspetasi kerugian kredit dalam 12 bulan mendatang.
Imbas dari PSAK 71 ini, korporasi harus menyediakan nilai pencadangan atas kredit atau piutang tak tertagih lebih besar dibandingkan sebelumnya. Bagi industri perbankan, kewajiban untuk mengikuti cara pencadangan anyar ini dapat berujung pada penurunan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR).
Baca juga: Menghitung Penyusutan Biaya Perbaikan Aset PMK 72/2023
DAMPAK PERPAJAKAN
Dalam praktiknya, peraturan perpajakan tidak selalu sejalan dengan standar akuntansi keuangan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap perbedaan perlakuan menurut akuntansi dan pajak. Berikut ini adalah dampak penerapan PSAK 71 terhadap pajak:
Penurunan Nilai
Dalam perpajakan saat ini belum mengakui adanya penurunan nilai instrument keuangan, kecuali untuk industri perbankan dan industri keuangan tertentu. Dalam perpajakan, penyisihan piutang untuk industri keuangan diatur dalam PMK 81/PMK.03/2009 tentang pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Perlakuan penyisihan piutang menurut pajak dan PSAK 71 terdapat perbedaan, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal.
Selanjutnya untuk industri non keuangan, dalam perpajakan, penurunan nilai aset keuangan tidak dapat menjadi pengurang pendapatan, sebaliknya pembalikan penurunan nilai aset bukan merupakan pendapatan. Sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal untuk menyesuaikan perbedaan ini.
Penghapusan Piutang
Ketentuan penghapusan piutang dalam perpajakan memperkenankan beban penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih yang diatur dalam PMK 105/PMK.03/2009. Piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto harus memenuhi syarat:
- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih telah dibukukan oleh debitur pada tahun yang bersangkutan
- Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tak tertagih kepada Direktorat Jenderal Pajak
- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. (asr)