021 54317823; 021 54317606

Mengenal PPh Pasal 22

18 Aug 2023
Monica Ruvina

Oleh : Monica Ruvina Setyaningrum

 

JAKARTA, JSTAX.CO.ID - Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 adalah pemotongan/pemungutan pajak penghasilan atas pembayaran atau penyerahan barang, atau kegiatan usaha dibidang lain, impor maupun penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Dalam pasal 22 ayat 1 Menteri Keuangan dapat menetapkan:

  1. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
  2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
  3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Berdasarkan ketentuan ini, yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:

  1. bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;
  2. badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
  3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 adalah:

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)atas objek PPh Pasal 22 impor barang dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya;
  2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
  3. Bendahara pengeluaranberkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
  5. Badan usaha tertentu meliputi:
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
  • Badan usaha dan BUMN yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya; dan
  • Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya;
  1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
  2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
  3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
  4. Bahan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
  5. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan; atau
  6. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.

Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.

 

Tarif PPh Pasal 22

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

  1. Atas impor:
    1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
    2. non-API = 7,5% x nilai impor;
    3. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD= 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
  3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Atas penjualan hasil produksiatau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
    1. Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
  5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industriatau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
  6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importiryang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
  7. Atas penjualan
    1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
    2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
    3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
    4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
    5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.

Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.

 

Dikecualikan dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

  1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
  2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
  4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
    1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
    2. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
    3. pembayaran untuk:
      • pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
      • pemakaian air dan listrik.
    4. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
    5. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6 dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).

Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

 

Saat Terutang dan Pembayaran

  1. Atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
  2. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  3. Atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
  4. Atas pembelian barang terutang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
  5. Atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
  6. Atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
  7. Atas pembelian bahan-bahan pangan pokok dan pembelian batu bara, mineral logam dan mineral bukan logam terutang dan dipungut pada saat pembelian.

 

Cara Penyetoran

  1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
  2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.

 

Kewajiban Pelaporan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau bisa melaui seacra online dengan situs djp online.

 

PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah

Sesuai PMK 92/PMK.03/2019 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

  1. Dipungut PPh Pasal 22 sebesar 5% adalah sebagai berikut:
    1. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
    2. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
    3. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc;
    4. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp 300.000.000 atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
  2. Dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1% adalah sebagai berikut: a. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 30.000.000.000 atau luas bangunan lebih dari 400 m2; b. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 30.000.000.000 atau luas bangunan lebih dari 150 m2.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41/PMK.010/2022 terkait aturan dan daftar baru barang impor dan ekspor yang dikenai PPh 22 mulai berlaku per 1 April 2022.

 

Sekian dan terima kasih, semoga bermanfaat… (MRS).